Secara bahasa, Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti terpaksa. Adapun menurut istilah para ahli ilmu kalam, Jabariah suatu aliran atau paham kalam yang berpendapat bahwa manusia itu di dalam perbuatannya serba terpaksa (majbur). Artinya, perbuatan manusia itu pada hakikatnya adalah perbuatan Allah SWT.
Menurut Muhammad Abu Zahrah (ahli usul fiqih, fiqih dan kalam), secara historis paham Jabariah ini muncul sejak zaman para Sahabat dan masa Bani Umayah. Ketika itu para ulama mulai membicarakan masalah kadar serta masalah kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kemahakuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Sebagaimana diketahui, sudah menjadi keyakinan umat islam bahwa Allah SWT itu pencipta alam semesta, pencipta segala sesuatu, bersifat maha kuasa, dan mempunyai kehendak mutlak. sehubungan dengan keyakinan ini, timbulah beberapa pertanyaan sebagai berikut :
- Sejauh manakah manusia bergantung kepada kemahakuasaan dan kehendak mutlak Tuhan?
- Apakah manusia itu mempunyai peranan dan kebebasan dalam mengatur segala gerak-gerik hidupnya ataukah manusia itu sepenuhnya terikat dan tunduk kepada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan?
Menanggapi pertanyaan seperti diatas sebagian ulama kalam ada yang berpendapat bahwa manusia itu tidak mempunyai kekuasaan dan kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Sebaliknya manusia itu terikat dan tunduk kepada kemahakuasaan dan kehendak Tuhan. Dengan demikian, dalam paham mereka, manusia itu serba terpaksa oleh kemahakuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Manusia tidak mempunyai daya, melainkan serba terpaksa didalam perbuatannya. ia tidak mempunyai kekuasaan, kehendak dan kebebeasan memilih. Di dalam paham ini, manusia sama seperti sehelai bulu yang diterpa angin. Paham semacam inilah yang didalam dunia kalam disebut paham atau aliran Jabariah. Dalam bahasa inggris paham ini disebut Fatalism atau predestination.
Para ahli sejarah pemikiran dalam islam telah mencoba meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai siapakah sebenarnya yang pertama kali membawa paham jabariah tersebut. Umumnya para ahli teologi berpendapat bahwa yang mula-mula membawa paham ini adalah orang-orang yahudi. Adapun orang islam yang pertama mengenalkan paham jabariah adalah Ja'ad bin Dirham. Paham ini kemudian diterima dan disebarluaskan oleh Jahm bin Sofwan. tokoh yang disebut terakhir inilah yang oleh para ahli dipandang sebagai tokoh pendiri aliran Jabariah yang sesungguhnya, sehingga aliran ini sering pula dinisbahkan pada namanya dengan sebutan aliran Jahmiyah.
Mengenai asal-usul aliran Jabariah di dalam Islam, pada umumnya para ahli beranggapan bahwa aliran tersebut muncul akibat dari paham agama yahudi. Dikatakan Ja'ad bin Dirham mengambil paham Jabariah tersebut dari seorang Yahudi di Syam (Suriah)
Namun Abu Zahrah tidak menganggap orang yahudi sebagai satu-satunya yang mempengaruhi paham Jabariah. Kemunculannya sangat mungkin karena pengaruh paham orang-orang Persia yang berlatar belakang agama Zoroaster dan Manu. Abu Zahrah menyebutkan adanya sebuah berita yang menceritakan bahwa seorang laki-laki persia datang kepada Rosulullah SAW seraya berkata : "Engkau telah melihat orang Persia mengawini anak-anak dan saudara perempuannya. Apabila ditanya mengapa mereka berbuat demikian, maka mereka menjawab ini adalah kada dan kadar tuhan" lalu Rasulallah berkata :"akan ada diantara umatku yang berpaham demikian, dan mereka itu majusi umatku."
Terlepas dari pengaruh benar ada atau tidak adanya pengaruh dari luar seperti yang telah dikemukakan diatas, di dalam Al-qur'an pun terdapat ayat-ayat yang bisa dikatakan mengarah kepada paham Jabariah. Ayat-ayat tersebut antara lain adalah firman Allah SWT dalam surat As-Saffat ayat 96 yang artinya : "Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah" (QS.57:22). Selanjutnya didalam ayat lain Allah SWT menegaskan : "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar......(QS.8:17). Kemudian dalam firmannya yang lain Allah menyatakan : "Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah..." QS.76:30)
baca juga Kadariah Aliran dalam Ilmu Kalam
Berbeda dengan aliran Kadariah, aliran Jabariah memahami ayat-ayat diatas dengan pengertian yang cepat ditangkap dari lahiriah ayat-ayat tersebut, sehingga mendukung paham mereka. Dengan demikian maka paham ini dapat hidup dan berkembang didunia islam, terlepas dari kenyataan ada atau tidak adanya pengaruh dari paham yang masuk dari luar
Muhammad Abdul Karim *Syahrastani di dalam bukunya al-milal membedakan paham Jabariah yang berkembang didunia islam kedalam dua bentuk, yaitu :
Para ahli sejarah pemikiran dalam islam telah mencoba meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai siapakah sebenarnya yang pertama kali membawa paham jabariah tersebut. Umumnya para ahli teologi berpendapat bahwa yang mula-mula membawa paham ini adalah orang-orang yahudi. Adapun orang islam yang pertama mengenalkan paham jabariah adalah Ja'ad bin Dirham. Paham ini kemudian diterima dan disebarluaskan oleh Jahm bin Sofwan. tokoh yang disebut terakhir inilah yang oleh para ahli dipandang sebagai tokoh pendiri aliran Jabariah yang sesungguhnya, sehingga aliran ini sering pula dinisbahkan pada namanya dengan sebutan aliran Jahmiyah.
Mengenai asal-usul aliran Jabariah di dalam Islam, pada umumnya para ahli beranggapan bahwa aliran tersebut muncul akibat dari paham agama yahudi. Dikatakan Ja'ad bin Dirham mengambil paham Jabariah tersebut dari seorang Yahudi di Syam (Suriah)
Namun Abu Zahrah tidak menganggap orang yahudi sebagai satu-satunya yang mempengaruhi paham Jabariah. Kemunculannya sangat mungkin karena pengaruh paham orang-orang Persia yang berlatar belakang agama Zoroaster dan Manu. Abu Zahrah menyebutkan adanya sebuah berita yang menceritakan bahwa seorang laki-laki persia datang kepada Rosulullah SAW seraya berkata : "Engkau telah melihat orang Persia mengawini anak-anak dan saudara perempuannya. Apabila ditanya mengapa mereka berbuat demikian, maka mereka menjawab ini adalah kada dan kadar tuhan" lalu Rasulallah berkata :"akan ada diantara umatku yang berpaham demikian, dan mereka itu majusi umatku."
Terlepas dari pengaruh benar ada atau tidak adanya pengaruh dari luar seperti yang telah dikemukakan diatas, di dalam Al-qur'an pun terdapat ayat-ayat yang bisa dikatakan mengarah kepada paham Jabariah. Ayat-ayat tersebut antara lain adalah firman Allah SWT dalam surat As-Saffat ayat 96 yang artinya : "Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah" (QS.57:22). Selanjutnya didalam ayat lain Allah SWT menegaskan : "Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar......(QS.8:17). Kemudian dalam firmannya yang lain Allah menyatakan : "Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah..." QS.76:30)
baca juga Kadariah Aliran dalam Ilmu Kalam
Berbeda dengan aliran Kadariah, aliran Jabariah memahami ayat-ayat diatas dengan pengertian yang cepat ditangkap dari lahiriah ayat-ayat tersebut, sehingga mendukung paham mereka. Dengan demikian maka paham ini dapat hidup dan berkembang didunia islam, terlepas dari kenyataan ada atau tidak adanya pengaruh dari paham yang masuk dari luar
Muhammad Abdul Karim *Syahrastani di dalam bukunya al-milal membedakan paham Jabariah yang berkembang didunia islam kedalam dua bentuk, yaitu :
- Jabariah ekstim
- Jabariah Moderat.
Adapun paham Jabariah dalam berbentuk moderat masih mengakui adanya peranan manusia dalam perbuatannya. Ajaran yang moderat ini dibawa oleh Dirar bin Amr dan Husain bin Muhammad an-Najjar. Kedua tokoh ini berpendapat bahwaperbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan dan diperoleh oleh manusia. Tuhan sebagai yang mencipta (Khalik) dan manusia sebagai yang memperoleh (muktasib). Jadi manusia pada dasarnya mempunyai daya dan kehendak yang efektif dalam perbuatannya. Suatu perbuatan diwujudkan oleh dua pelaku, Tuhan dan Manusia. Dengan demikian, manusia itu tidak serba terpaksa dalam perbuatannya, tetapi ia masih mempunyai andil dan mempunyai hak memilih untuk melakukan perbuatannya.
read here vibrators,sex toys,male masturbator,realistic dildo,dildos,sex chair,wholesale sex toys,sex chair,wholesale sex toys click resources
ReplyDelete